Selasa, 29 Mei 2012

PERKAWINAN DALAM AGAMA KONGHUCU

      I.            Ajaran perkawinan dalam agama Konghucu

  1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan yang lebih dikenal deganistilah pernikahan menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar nikah mendapat awalan per dan akhiran an menjadi pernikahan yang berarti “melakukan perbuatan nikah”.[1] Sedangkan menurut R. Sardjono menyebutkan bahwa sebagai ikatan batin, perkawinan juga mengisyaratkan bahwa batin suami isteri tersebut terkandung niat yang sungguh-sungguh untuk hidup bersama-sama sebagai suami isteri dalam membentuk dan membina keluarga bahagia dan kekal. Sementara itu, Vasanty mendefinisikan bahwa perkawinan adalah “menutup masa tertentu dalam kehidupan seseorang yaitu msa bujang dan masa hidup tanpa beban keluarga, khususnya pada orang Cina. Seseorang baru dianggap dewasa atau menjadi orang bila ia telah menikah”.
Pengertian menurut agama Konghucu adalah “salah satu tugas suci manusia yang memungkinkan manusia melangsungkan sejarahnya dan mengembangkan benih-benih firman Thian, Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud kebajikan, yang bersemayam di dalam dirinya serta, selanjutnya memungkinkan manusia membimbing putra dan putrinya”.[2]

  1. Hukum Perkawinan
Dengan ditetapkannya Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka telah dikeluarkan hukum perkawinan agama Konghucu di Indonesia pada Tahun 1975. Menurut agama Konghucu, bila seseorang hendak melakukan perkawinan, maka ia diharukan terlebih dahulu diharuskan untuk mengetahui hukum perkawinannya.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh kedua calom mempelai. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan melangsungkan keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
  2. Dasar perkawianan umat Konghuchu adalah monogamy demi tercapainya tujuan perkawinan yang suci murni.
  3. Perkawinan harus berdasarkan kemauan/persetujuan kedua calon mempelai, tanpa adanya pakasaan dari pihak manapun.
  4. Kedua calon mempelai masing-masing belum/tidak terikat dengan pihak lain yang dianggap sebagai hidup berumah tangga.
  5. Pengakuan iman wajib bagi calon mempelai sehingga benar-benar dewasa bukan saja dari segi usia tetapi juga dalam berfikir, bertindak, bertingkah laku, dan lain sebagainya.
  6. Pada waktu acara peneguhan perkawinan harus dihadiri oleh kedua belah pihak orang tua / wali mempelai demi kerukunan, kedamaian, kemajuan dan kebahagiaan kedua empelai sepanjang hidupnya, maka yang menyulut lilin pada altar persembahyangan adalah kedua belah pihak orang tua/ wali mempelai sebagai lambing merestui perkawinan kedua mempelai.
  7. Bilamana salah satu atau kedua belah pihak tidak memenuhi syarat-syarat dalam hukum perkawinan, maka upacara peneguhan perkawinan bisa dibatalkan.
  8. Perkawinan tidak bermaksud menceraikan seseorang dari bunda maupun keluarganya karena telah membangun mahligai baru, melaikan menyatukan keluarga yang satu dengan yang lain, memupuk rasa persaudaraan yang luas di antara manusia adalah bersaudara.
  9. Karena tujuan perkawinan membentuk keluarga harmonis, damai, maju, dan bahagia lahir dan batin, maka hokum perkawinan ini pada dasarnyatidak mengenal perceraian.[3]

  1. Maksud dan Tujuan Perkawinan
Tugas suci dan mulia, manusia yang memungkinkan manusia melangsungkan sejarah dan mengembangkan benih-benih firman Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud kebajikan antara lain berupa cinta kasih, kebenaran, keadilan, kewajiban dan susila.
Adapun tujuan perkawinan menurut agama Konghucu adalah untuk membentuk keluarga yang harmonis, damai dan bahagia. Karena tujuan perkawinan ini menurut adanya keharmonisan, kedamaian dan kebahagiaan, maka hukum perkawinan dalam agama ini pada dasarnya tidak mengenal perceraian. Karena tidak mengenal perceraian, maka sangat wajar bila perkawinan umat Konghucu senantiasa mengalami kedamaian, kebahagiaan, dan keharmonisan.

  1. Peran dan Fungsi Perkawinan
Salah satu pranata sosial yang sangat penting bagi masyarakat,karena melalui perkewenangan terbentuk keluarga sebagai salah satu unit sosial terpenting dalam masyarakat. Berfungsi mewujudkan adanya keluarga da memberikan keabsahan ataustatus kelahiran anak, dan juga mewujudkan adanya hubungan di antara kerabat-kerabat dari pasangan tersebut. Menurut agama konghucu, perkawinan juga tidak terlepas dari masalah peran dan fungsi. Fungsi ini mewujudkan pertanggung jawaban untuk manusia kepada kesadaran menjalankan norma-norma keutamaan dalam kitab suci agama Koghucu.

  1. Bentuk Upacara Perkawinan Konghucu

  1. Adat dan Upacara Sebelum Perkawinan
Upacara pekawinan yang dilakukan oleh umat Konghucu tidak terlepas dari nilai-nilai budaya masyarakat Cina keturunan maupun nilai-nilai agama yang mereka yakini keberadaannya.  Upacara perkawinan ini mempunyai ciri khas tersendiri yang dapam membedakannya dengan masyarakat dan agama lain di Indonesia.
Berbagai upacara dilakukan sebelum dilangsungkan perkawinan. Seperti upacara Lamaran, ikatan pertunangan dan upacara penentuan hari perkawinan. Misalanya lamaran dengan memerlukan walinya dan mencari wali untuk saat melamar perempuan yang ingin di lamar, di sambung dengan pertunangan jadi dengan dua belah pihak di temukan dan membicarakan tanggal dan sebagainnya untuk acara pernikahan tersebut. Adapun cara pertunangan di lingkungan keluarga umunya dilakukan dirumah pihak perempuan dan pihak laki-laki, jalan upacara pertunangan sebagai berikut :
1)      Jalannya upacara dipimpin oleh Kausing (Penebar Agama), Bunsu (Guru Agama) dan Haksu (Pendeta).
2)      Melakukan sembahyang kepada Thian (Tuhan Yang Maha Esa) dilakuakn di dpean pintu atau altar terbuka dengan cara menghadapa ke langit.
3)      Setelah itu melakukan sembahyang pada arwah leluhur.
Perkawinan upacara penentuan hari pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai wanita dengan maksud untuk mendapatkan kesepakatan tentang pelaksanaan hari perkawinan. Pada saat upacara penentuan hari perkawinan ini, kedua belah pihak berunding tentang saat pelaksanaan hari perkawinan.[4] Pada saat penentuan hari perkawinan dalam agam konghucu ini biasanya dari pihak laki-laki membawa berbagai macam antaran. Yaitu :[5]

  1. Dua batang merah lilin besar yang berarti penerangan lahir batin
  2. Dua buah amplom merah (ang pao) yang didalamnya bisikan uang.
  3. Pakian wanita, sepatu, sandal, alat-alat kosmetik serta perhiasan.
  4. Buah-buahan , semuanya dimasukkan ke dalam peti merah.[6]

Setelah selesai, pembawa acara mempersiapkan wakil dan pihak laki-laki untuk memberi kata sambutan, sebagai ucapan terima kasih kepada pihak perempuan yang bersedia menerima mereka dan sekaligus menyerahkan semua barang yang dibawa kepada pihak wanita.
Acara tersebut ditutup dengan barang-barang antaran dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki. Biasanya berupa pakian pria dan sebagainnya. Pihak laki-laki dan keluarga pulang dan selesai menentukan hari perkawinan.[7]

  1. Adat dan Upacara pada saat Perkawinan
Upacara tersebut menggunakan pakaian khusus pernikahan ada Tionghoa. Jika perkawinan sudah tiba, pertama-tama pertama pengantin dirias duduk da nada banyak yang berhiasan melamabangkan warna merah (Thay kek). Kilin untuk laki-laki dan Hong Hong bagi pengantin wanita.
Pada saat dilakuakn upacara Cio Thau dibutuhkan seorang anak kecil Shio Liang atau Shio Houw umtuk melakukan upacara permulaan menyisir rambut pengantin, kemudian dilanjutkan oleh tukang rias yang mewajibkannya. Sewaktu pengantin laki-laki hendak maju ke rumah pengantin wanita, terlebih dahulu diadakan upacara Khibe : suatu pesta kecil bersama kawan dan sahabat. Lalu pengantin  berangkat diiringi dengan tetabuhan dan dipasangi petasan. Memasang petasan berdasarkan atas suaranya yang diumpamakan suara Guntur, karena siluman memang sanagt takut akan Guntur. Maka suara petasan itupun berarti mengusir segala setan dan siluman.
Sesampai di rumah laki-laki, mereka terus masuk ke kamar pengantin yang di dalamnya sudah tersedia sebuah meja dengan 12 macam King Ua yaitu sejenis bahan makanan yang disate dan diatur dengan alat-alat istimewa. Di samping itu, terdapat pula beberapa macam makanan yang diatur diatas meja lain, 2 kursi, 2 cangkir wedang onde dan 2 buah mangkok lengkap dengan sumpitnya. Sepasang lilin besar yang menyala menjadi perhiasan istimewa. Kedua pengantin ini berbeda di bawah Mak Comblang (Bwee Jien : orang yang perantara dirangkaikan perjodohan itu dan bertugas untuk menjajaki anggapan pihak lain)
Biasanya beberapa hari setelah selesai melaksanakan perkawinan, pengantin tersebut pergi ke kantor Catatan sipil untuk mencatat mengenai perkawinan yang telah mereka lakukan di Majlis atau Lithang. Pencatatan ke kantor Catatan Sipil merupakan salah satu bukti otentik bagi mereka bahwa kedua pasangan ini diakui secara sah sebagai suami istri.[8]

  1. Adat dan Upacara sesudah Perkawinan
Upacara perkawinan orang Tiongkok di Indonesia adalah tergantung pada agama yang dianut. Oleh karena itu, upacara perkawinan orang Tionghoa di Indonesia amat berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Upacara yang dilakukan sesudah perkawinan terbagi kedalam dua bagian yaitu upacara pulang tiga hari dan upacara pulang sebulan. Kedua upacara tersebut merupakan rangkaian pelaksanaan upacara yang dilakukan sesudah upacara perkawinan. Menurut tradisi China, setelah melakukan upacara perkawinan masih terdapat tradisi yang dikenal dengan istilah Upacara pulang tiga hari.
Upacara pulang tiga hari itu untuk pengantin baru dan untuk menjenguk orang tua, sanak keluarga yang lebih tua baik dari suami ataupun istri hal ini dilakuakn sebagai ungkapan rasa terima kasih atas segala doa restu, batuan moral maupun materil dari para sesepuh. Dalam kunjungan biasanya mereka membawa buah-buahan dan kue sebagai tanda terima kasih. Selain itu, mereka juga melakukan sembahyang sebagai ucapan terima kasih atas segala doa restu dari para leluhur, dengan menghadap altar keluarga yang ada di rumah[9].
Upacara pulang sebulan merupakan salah satu rangkaian upacara yang dilakukan setelah melaksanakan perkawinan. Setelah perkawinan sebulan , mereka juga mengunjungi orang tua untuk menyampaikan terima kasih dan mohon nasehat, biasanya mereka bermalam di rumah orang tuanya, bila tidak menetap disana upacara sebulan berjalan tidak khusus dengan melakukan upacara sendiri, namun ini hanyalah tradisi yang seringkali harus mereka lakukan.
Upacara-upacara seperti yang dipaparkan di atas baik sebelum, pada saat maupun sesudah perkawinan memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya secara keseluruhan sebagai suatu perceraian yang sesuai dengan adat dan upacara yang berlaku pada massyarakat China. Dengan demikian upacara perkawinan yang dilakukan oleh umat Konghucu tidak terlepas dari nilai-nilai budaya masyarakat Cina keturunan maupun nulai-nilai agama yang mereka yakini kebenarannya.

  1. Upacara Pernikahan - Chio Thau
Upacara Chio Thau adalah upacara pernikahan tradisional Peranakan lengkap dengan segala pernak-pernik upacara yang menyertainya. Disebut Chio Thau ―artinya ‘mendandani rambut/kepala’ (to dress the hair), bukan ‘naik ke kepala’―karena, dalam bagian terpenting upacara ini, di atas sebuah tetampah besar warna merah terlukis yin-yang dan menghadap sebuah gantang (dou, tempat menakar beras), pengantin (laki-laki dan perempuan) disisiri oleh ibunya sebanyak tiga kali; setiap sisiran dibarengi dengan doa-doa tertentu: misalnya: sisiran pertama agar si pengantin diberi jodoh yang panjang, sisiran kedua: banyak rejekinya, sisiran ketiga: anak-anaknya semua menjadi orang yang membanggakan, dan sebagainya.
Upacara Chio Thau ini berasal dari daerah Fujian Selatan (Minnan) semasa periode dinasti Qing (1644-1911), dan mungkin sudah tidak diketemukan lagi di Tiongkok, setelah terjadinya dua revolusi besar di sana. Revolusi itu Revolusi Xin Hai 1911, yang menyingkirkan semua produk budaya zaman Qing, dan Revolusi Kebudayaan 1966-1976, yang menghancurkan semua produk budaya yang dinilai feodalistik dan kapitalistik. Di kalangan Peranakan di Indonesia (Tangerang, Padang dan Makassar) dan juga di Malaysia (Melaka, Pulau Pinang)-Singapura, upacara perkawinan tradisional Chio Thau terselamatkan dari kepunahan, karena kaum Peranakan tidak terlalu terpengaruh oleh segala pergolakan politik yang terjadi di Tiongkok, dan hanya memandang upacara pernikahan tradisional Chio Thau sebagai pusaka budaya warisan kakek-moyang mereka yang harus mereka pertahankan mati-matian sebagai identitas budaya mereka. Sedemikian pentingnya Chio Thau dalam pandangan kaum tradisionalis Peranakan, sehingga kaum Peranakan di beberapa daerah tertentu di Tangerang, misalnya, bahkan sampai memandang pernikahan yang tidak disertai Chio Thau bukan pernikahan yang sah, dan anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan ini pun bukan anak yang sah.
Pakaian yang dikenakan saat Chio Thau―yakni baju putih-celana putih bagi laki-laki dan baju putih-kain batik warna dasar merah bermotif bulat-bulat putih, sehingga dikenal dengan nama Kain Onde―akan disimpan baik-baik dan dikenakan kembali pada waktu yang bersangkutan meninggal kelak sebagai pakaian mati.
Kembang goyang adalah beberapa aksesori rambut semacam tusuk konde terbuat dari perak berwarna keemasan bermotif flora dan fauna yang dianggap membawa keberuntungan. Di bagian tertentu kembang goyang diberi per (pegas) hingga bergoyang-goyang saat si pemakai bergerak. Kembang goyang yang khas Jabotabek ini merupakan bukti alulturasi Tionghoa-non Tionghoa, karena di Tiongkok tidak dikenal; pengantin di sana mengenakan hongknua (phoenix bonnet) saat menikah.[10]
  1. Ajaran dalam Kematian Konghucu

  1. Pengertian Upacara dan Ritual
Upacara merupakan pelaksanaan kegiatan yang di lakukan secara berkelompok atau sekumpulan manusia atau orang untuk melakukan kegiatan rutin dalam rangka untuk memringati hari-hari yang bersejarah yang dipimpin oleh pemimpin yang tertinggi dalam suatu organisasi atau departemen. Sedangkan Ritual merupakan tata cara keagamaan atau bisa di sebut dengan ucapan suci. Religi dan ucapan mherupakan unsur dalam kehidupan manusia di dunia.
Upacara da ritual adalah pelaksanaan dalam rangka mencapai tujuan hidup Agama dengan mempergunakan sarana atau media yang bisasa di sebut dengan upakara atau banten sebagai pelaksanaan. Upacara itu sulit di pisahkan seumpama sebutir telur maka kulit luar adalah merupakan upacara atau ritual, ritual ari telur adalah etika susila, upacara etika atau susila.




  1. Kematian
Kematian bukanlah suatu hal yang menyenangkan untuk di bicarakan maupun di persoalkan. Kematian adalah sesuatu yang seram dan menyedihkan, sesuatu yang benar-benar mematikan suasana, sesuatu yang hanya coock bagi buah pembicaraan di kuburan.
Menurut cara berpikir orang Buddhis kematian adalah kunci yang membuka takbir kegelapan dari takbir hidup yang tampak rahasia.  Yang apabila pada suatu saat menimpa pada kita, akan dapat melunakkan hati bagaimanapun kerasnya.
Kematian akan mengikat kita satu sama lain dengan benang emas cinta dan kasih,  dan yang dapat mengenyahkan rintangan-rintangan hidup berupa klasta, agama , kepercayaan bangsa(suku-suku) di antara manusia di sunia ini. Kematian meratakan segala-galanya tanpa kecuali.

  1. Roh leluhur
Menurt ahli sejarah kebudayaan E.B. Tylor , ia juga berpendirian bahwa bentuk agama yang tertua adalah penyembahan kepada roh-eoh yang merupakan personifikasi, (hubungan) dari jiwa-jiwa yang telah meninggal dunia, terutama nenek moyangnya.
Dewa-dewa yang menjadi pusat orientasi dan penyembahan manusia dalam tingkat agama seperti itu mempunyai ciri-ciri yang mantap dalam membayangkan seluruh umatnya, karena tercantum dalam mitologi yang seringkali telah berada dalam bentuk tulisan.

  1. Makna dan Fungsi upacara secara umum
·           makna upacara merupakan suatu kegiatan ritual keagamaan yang dilaksanakan secara berkelompok dilakukan dilingkungan tersebut.
·           Fungsi upacara adalah suatu alat komunikasi atau hubungan langsung dengan roh leluhur menurut kepercayaan dan keyakinan yang harus ditaati.[11]

Menurut A.R. Radelife Brown dalam tulisannya The Nature And Function of Ceremonial yang dimuat dalam buku The Ories of Sosiety mengulas fungsi upacara sebagai berikit :
a.    Dalam tiap tahp penyelenggaraan upacara merupakan pernyataan dari tingkat pemikiran yang efektif oleh dua atau beberapa orang sebagai pernyataan solidaritas dan perwujudan kebaikan hati orang-orang yang terlibat dalam upacara itu.
b.    Penyelenggaraan upacara bukannlah pernyataan perasaan secara spontan melainkan suatu kewajiban dan tugasmasing-masing orang untuk melaksanakannya dan menyatakan partisipasi dengan memberikan bantuan berupa hadiah (bingkisan) sehingga dalam upacara itu tampak keramah-tamahan mereka bertemu dan berfungsi komunikatif.
c.    Tiap intansi atau lembaga dari upacara mend=jadi hokum-hukum dasar dari masyarakat dan menjelaskan tentang keberadaan manusia.
d.   Upacara berfungsi memperbaiki atau merubah pandangan seseorang dan masyarakt karena adanya saling bertemu dan berbincang-bincang memupuk saling memberi dalam mengukuhkan tata tertib masyarakat.

  1. Makna dan fungsi kematian secara umum
·      Makna kematian menyadarkan manusia untuk tidak bersikap sombong kepada orang lain dan lebih bersikap cinta kasih kepada ornag lain.
·      Fungsi kematian meninggalkan duka yang sangat mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan atau adanya rasa kesedihan.

  1. Ajaran-ajaran kematian
Kematian itu sendiri Rohnya akan naik kepada Sang Pencipta Rohnya yang bersifat negative (Yin) naik pada sikap positif (Yang). Nabi Konghucu bersabda : “bila ornag yang melakukan  penghormatan kepada sampai dahi menyentuh tanah (Khee Song) ini menunjukkan keptuahan yang sungguh. Bila lebih dahulu menundukkan kepala sampai kaki menyentuh tanaj baru menghormati dengan Pai,itu menunjukkan kepada yang sangat dalam.
Ajaran-ajaran kematian dalam Agam Konghucu merupakan suatu ajaran yang harus ditaati oleh umat Konghucu. Dan di dalam kitabnya dijelaskan bahwa manusia berasal dari buni dan akan kembali kebumi. Dan seorang anak harus berbakti kepada orang tuanya dari ia masih hidup sampai meninggal.



IV.            Bentuk Upacara Kematian Konghucu
  1. Makna kematian dalam Agam Konghucu
Makna kematian dalam agama Konghucu merupakan rasa sakit hati seseorang anak kepada orang tuanya. Menurut mereka orang tua itu sangat berjasa karena ornag tua di waktu hidupnya sudah membesarkan anak-anaknya dari kecil hingga dewasa. Karena itu seorang anak diwajibkan untuk berbakti, hormat dan mendoakan orang tuanya diwaktu meninggal agar mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan didalam sana.
Menurut Ws. T. M Suharja makna kematian dalam Agama Konghucu adalah sebagai berikut :
  1. Anak melakukan bakti kepada orang tua dalam tiga hal yaitu :
·         Harus merawat pada saat dia dalam kesusilaan
·         Memakamkannya ketika ia meninggal dunia
·         Menyembahyangkan walaupun jarak juah
  1. Mendoakan orang yang telah meninggal dunia supaya rohnya mendapat ketenangan dan kedamaian di tempat yang abadi disisi Tuhan.
  2. Pewaris nilai-nilai atau norma-norma melalui proses sosialisasi.

  1. Cara merawat jenazah
·         Membersihkan
·         Mengganti pakaian jenazah
·         Tempat yang khusus untuk jenazah dan menggunakan kain yang berwarna dan corak bunga
·         Peti jenazah
·         Sembahyang
·         Peti ditaburi sesaju dengan mantra
·         Meletakkan tujuh buah mata uang logam
·         Memukul paku peti, searah dengan jarum jam.

  1. Proses upacara Kematian
o   Surat do’a Jib Hok : pengurusan jenazaH
o    Surat do’a Mai Song : pemberangkatan jenazah
o   Surat do’a Sang Cong : tempat penguburan
o   Surat do’a Jib Gong : sembahyang dengan untuk memohon izin Tuhan.
o   Surat do’a Ngokok : manusia mencari nafkah[12]

Dengan adanya kaitan dengan pengaruh Tiongkok. Pada saat pemberangkatan jenasah, semangka yang dipakai di meja sembahyang dibanting hingga hancur ketika peti akan diangkat ke mobil jenasah. Ada cerita tentang kaisar Li Shimin [Li SeBin] yang mengunjungi neraka. Buah semangka yang dihancurkan ini adalah untuk para penghuni neraka yang sangat kehausan. Hiolo dan potret almarhum dibawa oleh anak lelakinya dengan diikat di badannya menggunakan kain blacu, serta ikut di mobil jenasah, sepanjang perjalanan ke pemakaman/krematorium, [gincua] disebar di jalan. Jaman dahulu, peti jenasah digotong ke kuburan, dan anggota keluarga berlutut [paikui] di tiap jembatan yang dilalui.
Setelah pemakaman, anggota keluarga menjalani masa berkabung (memakai putih) [TuaHa] atau [TuaPeq]. Masa berkabung ini berbeda-beda sesuai dengan hubungan dengan almarhum. Untuk anak biasanya diambil 1 atau 3 tahun. Khonghucu mengatakan seorang anak bergantung kepada orang tuanya, setidaknya sampai berusia 3 tahun, maka ketika orang tuanya meninggal, ia harus melakukan masa perkabungan selama 3 tahun. Untuk cucu dan buyut, masa berkabungnya bisa diambil waktu yang lebih pendek, misalnya 1 tahun atau 100 atau 49 atau 7 hari.
Kuburan Tionghoa terdiri dari dua bagian utama.  Yang pertama adalah "mu qiu" atau tempat dimana peti jenazah dikuburkan. Mu gui ( bukit kuburan). Saya sebut bagian pertama untuk tidak membingungkan. Bagian ke dua itu terdiri dari beberapa bagian. Ada tembok yang mengelilingi mu gui, bagian depan disekeliling dibelakang batu nisan disebut mu an qian kao (  tembok yang mengelilingi peti jenazah dikuburkan ) dan dibagian belakang disebut mu an hou kao.
Tepat dibelakang batu nisan, disebut mu jian atau bahu. Didepan batu nisan ada meja. Jika kita ke kuburan orang Tionghoa, kita bisa lihat di sisi kiri dan kanan depan batu nisan ada bangunan atau tembok yang mengelilingi ruang di depan batu nisan. Bangunan itu disebut qu shou ( lekukan tangan ) dan kadang disebut mu shou atau tangan kuburan. Kemudian ada altar untuk Hou Tu ( ratu bumi atau bunda bumi ). Jika tidak ada altar Ratu Bumi biasanya digantikan dengan altar Tudi gong (kakek bumi ) atau Fushen ( dewa rejeki ). Paling depan dibagian ke dua adalah mucheng atau tembok yang membatasi kuburan (  wilayah yin ) dengan tempat diluar. Kuburan yang tidak ada mu an, tetap memiliki mu shou. Ini melambangkan yang meninggal itu tetap menjadi satu bagian dari keluarga yang ditinggalkan. Mucheng dibuat karena berdasarkan keyakinan bahwa diantara dua dunia itu memiliki pembatas. Fungsi mu an semacam benteng dari erosi tanah yang disebabkan oleh hujan dan bentuk kuburan yang bulat sebenarnya memiliki fungsi sebagai pembuangan air.
Untuk ukuran kuburan, biasanya menggunakan meteran fengshui. Meteran fengshui ini sebenarnya terbagi dua bagian yaitu meteran Wengong dan meteran Dinglan. Meteran yang digunakan untuk kuburan adalah meteran Dinglan. Menurut kepercayaan Tiongkok purba, manusia yang meninggal adalah Yin dan kembali ke Yin atau bumi. Dan bumi direpresentasikan sebagai Ratu atau Bunda.[13]

-          Konfusius dipercaya ada di Surga ( Kaprahisme )
Konfusius melakukan perjalanan ke banyak kerajaan untuk menyebarkan pandangannya. Suatu kali ia meninggalkan Kerajaan Wei untuk Kerajaan Chen melalui kota Kuang. Orang-orang di Kota Kuang mengira Konfusius sebagai Yang Hu pemberontak dari Lu. Memang, Penampilan Konfusius sekilas tampak seperti Yang Hu. Sebelumnya Yang Hu pernah menyerang Kuang , dan orang-orang di Kota Kuang yang membenci Yang Hu sangat banyak, sehingga mereka mengepung Konfusius dan para pengikutnya. Situasi menjadi sangat tegang, dan para muridnya menjadi khawatir. 
Untuk menenangkan para muridnya, Konfusius berkata, "Sepeninggal Raja Wen dari Zhou maka sistem budaya Zhou telah diwariskan kepadaku jika surga/langit ingin sistem itu punah, maka tidak akan ada mengizinkan saya untuk melestarikannya. Jika surga tidak ingin sistem untuk untuk punah, maka apa yang dapat yang dapat dilakukan masyarakat Kota Kuang kepada saya? " Setelah Konfusius dan para pengikutnya dikepung selama lima hari penuh, mereka akhirnya keluar dari bahaya.( karena orang Kuang sadar bahwa mereka salah duga ).
Selama masa hidupnya Konfusius pergi ke berbagai kerajaan, ia sering kali menemukan situasi yang sama .. Konfusius sekali menemukan orang yang ingin menyakitinya. " Konfusius berkata, "Surga menganuugerahkan kebajikan kepada saya,maka Apa yang bisa dia lakukan untuk saya?." ( Huan Tui ) Layaknya seorang nelayan yang mau menebar jala, pastilah ia melakukan pada kolam yang ada ikannya, Konfusius bersusah payah menebarkan ajarannya sebab Konfusius yakin bahwa ada "surga" jika mau menjalankan dan mengikuti ajarannya.
Hanya orang dungu yang mengatakan bahwa Konfusius tidak mengajarkan "afterlife", bedanya Konfusius adalah seorang yang sangat jujur dan ilmiah, dalam logika Konfusius bagaimana bicara "after" sementara "before" aja belum dijalankan dengan baik Jikalau ada yang terlalu sibuk bicara "after" dan mekesampingkan "before" pastilah orang itu penganut "kaprahisme”.[14]



[1] Samsudin Nur, SKRIPSI : Upacara Perkawinan dalam Agama Konghucu. Jakarta 2006. Hal. 10
[2] Ibid hal. 11-12
[3] Ibid 12-15
[4] Ibid hal.26
[5] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat  Agama Konghucu di Indonesia, h.121
[6] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat  Agama Konghucu di Indonesia, h. 122
[7] Ibid hal. 123
[8] Samsudin Nur, SKRIPSI : Upacara Perkawinan dalam Agama Konghucu. Jakarta 2006. Hal. 29-30
[9] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat  Agama Konghucu di Indonesia, h. 132
[11] Nurhikmah, SKRIPSI : UPACARA KEMATIAN DALAM AGAMA KONGHUCU, BOGOR 2006, hal 8-13
[12] Tanggok Ikhsan, Mengenal Lebih Dekat “Agama Konghucu” di Indonesia, Pelita Kebijakan Jakarta 2005, hal.139-140

3 komentar:

  1. setahu saya konghucu adalah bukan agama, karena konghucu adalah nama seorang yang bijak dan berpengetahuan tinggi (confusius), .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sdr.Happy Zay sebelum anda mengatakan Khonghucu itu bukan agama, apakah saudara mempunyai alasan dan dalil yang kuat? Apa yang disebut agama itu? Sudahkah anda membaca buku-buku tentang Khonghucu?

      Hapus
  2. makasih sudah menjelaskan langkah langkah perkawinan

    BalasHapus