Selasa, 29 Mei 2012

RIWAYAT HIDUP KONGHUCU DAN KITAB SUCI AGAMA KONGHUCU

Riwayat Hidup Konghucu dan Kitab Suci Agama Khonghucu
Jika membahas ajaran agama – agama seperti Budhisme dan Hinduisme, tidak akan lengkap jika tidak membahas ajaran konfusianisme, sebab ajaran ini memperoleh sejumlah besar pemeluk – pemeluknya di Tiongkok yang sedikit banyak mempunyai titik singgung berdekatan dalam segi hidup rohaniahnya, di samping itu ia mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan filsafat di Asia Timur, seperti di Jepang.
Bangsa Tiongkok dikenal sebagai bangsa yang memiliki adat- istiadat kehidupan masyarakat dalam beberapa hal[1] :
1.      Sangat mengagungkan kepercayaan terhadap hal- hal ghaib, roh – roh serta para leluhurnya. Dengan kata lain, mereka berfaham animisme (serba roh).
2.      Sangat menjunjung tinggi etika serta upacara – upacara dalam hidup bermasyarakat.
3.      Sangat mementingkan kehidupan mental daripada material (kebendaan).
Dengan demikian, maka apabila ingin mendalami ajaran – ajarannya, terlebih dahulu perlu memahami adat kepercayaan masyarakatnya.
Sebagai bangsa yang kaya akan pandangan hidup kebatinan yang bijaksana, tradisi bangsa tersebut dapat disejajarkan dengan bangsa india. Hanya ada sedikit perbedaan antara kedua bangsa ini yang dalam cara menanggapi kehidupan duniawi sebagai sesuatu yang penuh dengan samsara (penderitaan karena penjelmaan berkali- kali) yang harus secepatnya mendapatkan kelepasan. Sedangkan bangsa Tionghoa Kuna mempunyai pandangan sebaliknya yaitu menanggapi hidup duniawi penuh dengan optimisme, karena jika hidup di dunia baik maka hidup di alam lain akan baik pula.
I.          Pandangan Hidup Bangsa Tiongkok Kuna
Untuk mengetahui bagaimana pandangan hidup bangsa Tiongkok kuna pada masa itu, dapat diketahui melaui gambaran yang dikemukakan oleh seorang sarjana Tiongkok bernama Dr. Lin Yu Tang yang menyatakan bahwa “Budi” itu adalah kekuatan yang mencari keselarasan dengan dunia sekitarnya yaitu suatu sikap kejiwaan yang terpuji dalam keseluruhan bentuk hidup yang luas sesuai dengan hukum dunia yang paling tinggi yakni hukum Tao. Lidah manusia tidak mampu merumuskan dengan kata – kata apapun juga tentang Tao itu. Sikap kejiwaan yang demikian itu dapat membuka diri pribadi mereka. Tiongkok mempunyai tiga macam agama, ketiganya merupakan satu agama. Ketiga agama tersebut adalah Kunfucianisme, Taoisme dan Budhisme.[2]
Mengingat kuatnya tradisi, pandangan hidup rohaniah yang berlatar belakang  pada kepercayaan terhadap hal – hal ghaib itu, maka dapat dikatakan bahwa landasan hidup keberagamaan bangsa Tiongkok adalah animisme yang dipadu dengan theisme[3]. Landasan ini dimanifestasikan dalam bentuk pemujaan – pemujaan terhadap leluhur (nenek moyang), langit dan alam sekitar. Oleh karena itu dalam berbuat baik terhadap roh leluhur, biasanya orang yang telah meninggal dunia ini dimakamkan di tanah milik mereka sendiri, serta membuat meja sembahyang (altar) untuk kepentingan tersebut.
Selain itu bangsa Tiongkok kuna selalu mengadakan upacara dengan tujuan untuk menghormati Dewa –dewa. Upacara selalu ditetapkan pada saat yang khusus dalam kehidupan manusia. Sikap pemujaan semacam ini menimbulkan hal – hal yang tabu dan sakral dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, kehidupan masyarakat Tiongkok kuna baik kalangan bangsawan maupun rakyat jelata selalu diikat dengan peraturan yang bertujuan mempertahankan adanya harmonisasi antara satu dengan yang lain, antara manusia dengan manusia, antara bawahan dengan atasan, antara manusia dengan makhluk lainnya, antara susunan dunia dengan sususnan yang ada di langit, dan antara manusia dengan alam sekitarnya.[4]
C.J. Bleeker mengatakan bahwa bentuk awal dari konsep keberagamaan orang Cina itu terdiri dari : pemujaan alam, pemujaan, atau penghormatan pada leluhur, dan pemujaan terhadap langit.[5]

II.          Riwayat Hidup Khonghucu
·      Masa Kecil dan Masa Muda Khonghucu
Khonghucu (Confusius) lahir d kota Tsou, di negeri Lu. Leluhurnya adalah K’ung Fangshu (yang merupakan generasi kesembilan dari raja muda negeri Sung dan generasi keempat sebelum Khonghucu). Fangshu adalah ayah Pohsia, dan Pohsia adalah ayah Siok- Liang Hut. Hut adalah ayah Khonghucu, istrinya berasal dari seorang wanita dari keluarga Yen. Murid – murid Khonghucu pada masa itu menyebutnya Khonghucu atau Khongcu yang berarti “guru Khong”. Sarjana – sarjana barat menyebutnya Konfucius.
Sewaktu Khonghucu berusia tiga tahun, bapanya meninggal dunia dan dimakamkan di Fangshan, yang terletak di bagian paling timur Negeri Lo (di Shantung)\. iapun diasuh dan dibesarkan oleh ibunya. Guru guru yang mengajarnya sangat memujikan kecerdasan Khonghucu. Sewaktu sudah dewasa, kecerdasan dan kebijaksanaanya menjadi buah tutur dalam distrik kediamannya itu. Banyak orang datang menjumpainya untuk bertukar pikiran maupun bertanyakan sesuatu hal.[6]
Ketika Khonghucu berusia empat tahun, ia bermain dengan teman – teman sebayanya. Dalam bermain, ia senang memimpin teman – temannya dalam nmenirukan orang – orang dewasa melakukan upacara sembahyang. Pada ibunya, ia pernah meminta alat – alat sembahyang tiruan yang disebut dengan Cao[7] dan Too[8]. Alat – alat tersebut ia letakkan di atas meja, kemudian ia memimpin teman – temannya untuk melakukan sembahyang. Kedua alat tersebut selalu digunakan orang Cina dalam melakukan sembahyang. Ini menunjukkan bahwa sejakkecil Khonghucu telah memperlihatkan sifat – sifat yang mulia, yaitu sangat menghargai dan menghormati para leluhurnya.
Pada usia tujuh tahun Khonghucu secara formal bersekolah di perguruan Yan Ping Tiong[9] yan Ping Tiong adalah orang yamg kemudian terkenal sebagai Perdana Menteri Negari Cee. Di sekolah, Khonghucu dan teman – temannya diajari cara menyiram, membersihkan lantai, Tanya jawab, budi pekerti, music, naik kuda, memanah, bahasa, dan berhitung. Pendidikan formal Khonghucu hanya berlangsung selama tujuh tahun dan setelah itu ( pada saat usianya 15 tahun) ia terpaksa menuntut ilmu di luar sekolah. Oleh sebab itu, pada usianya 17 tahun ia terpaksa meninggalkan sekolah untuk bekerja demi meringankan pekerjaan ibunya.
Pada usia 19 tahun, Khnghucu menikah dengan seorang gadis dari keluarga Kian- Kwan dari negeri Song. Acara pernikahan hanya dilakukan secara sederhana dan tidak terlalu mencolok seperti yang dilakukan orang orang pada saat itu. Dari pernikahan tersebut, ia mendapatkan seorang anak laki – laki yang diberi nama Li atau Pik Gi. Li berarti Ikan Gurami, sedangkan Pik Gi adlah putra pertama yang bernama ikan. Pik Gi tampaknya tidak secemerlang ayahnya, namun anaknya (cucu Khonghucu) yang bernama Cu su  berhasil meneruskan ajaran kakeknya (Khonghucu) dengan membukukan kitab Tiong Yong (tengah sempurna).
Ketika Khonghucu berusia 20 tahun, ia bekerja pada keluarga bangsawan besar Kwi-sun. hal ini ia lakukan untuk membiayai kehidupan rumah tangganya.
Di keluarga bangsawan besar Kwi-sun, Khonghucu diberi tugas sebagai kepala dinas pertanian. Meskipun pekerjaan ini kurang sesuai dengan keahlian yang dimilikinya, namun Khonghucu tetap dapat melaksanakan tugas itu sebaik- baiknya.
Dalam mengawasi seluruh pekerjaan pengumpulan hasil bumi keluarga bangsawan besar Kwi-sun, Khonghucu selalu menjaga jangan sampai ada kecurangan dan pemerasan yang dapat merugikan para petani. Karena sikapnya yang ramah ini, ia jadi banyak  tahu tentang persoalan yang dihadapi oleh para petani tersebut.
Dalam pengaturan tata buku,ia melakukannya dengan penuh keseksamaan dan tertib. Dengan kebijaksanaanya dalam memimpin, dalam waktu yang tidak begitu lama ia dapat menertibkan pekerjaan yang dulunya tidak beres dan dapat memberantas praktek – praktek ilegal yang dapat merugikan rakyat banyak.
Keberadaan Khonghucu pada kepala keluarga bangsawan besra Kwi- sun tidak hanya sebagai pemimpin dinas pertanian tapi juga diserahi tugas untuk memimpin dinas peternakan yag sudah cukup lama mempunyai masalah. Penyerahan tugas baru oleh kwi-sun pada Khonghucu ini tentu saja tidak terlepas dari keberhasilannya dalam memimpin dinas pertanian milik keluarga bengsawan besar tersebut. Tugas baru ini ia terima dengan senang hati dan dengan kesungguhan hati pula ia menyelesaikan berbagai masalah yang ada dalam dinas peternakan itu.
Sewaktu ibunya meninggal dunia, iapun berkabung tiga tahun lamanya, menurut adat istiadat Tiongkok. Masa tiga tahun itu dipergunakannya untuk memperdalam pengetahuannya dalam bidang sejarah, sastra dan filsafat. Sehabis masa tiga tahun itu ia tidak balik memegang jabatannya dalam pemerintahan, tapi membuka perguruan.[10]

·      Karir Sebagai Guru

Nama Khonghucu makin harum dan para pelajar lambat laun makin berduyun dating untuk belajar dari seluruh wilayah Lu, dan juga dari berbagai wilayah di luar Lu. Sewaktu usianya 34 tahun maka para pelajar pada perguruannya itu sudah berjumlah lebih 3.000 orang.[11]
Wazir besar wilayah Lu menganjurkan puteranya supaya belajar kepada Khonghucu. Melalui pitra wazir besar itu, maka Khonghucu pada akhirnya berkenalan dengan Duke of Lu[12] hal itu makin menambah harum nama ahli pikir muda itu.
Sekitar 498 SM, Konfusius memutuskan untuk meninggalkan rumahnya di Lu dan memulai perjalanan panjang di seluruh China timur. Ia disertai oleh beberapa orang muridnya (pengikut). Mereka mengembara di seluruh negara timur Wei, Sung, dan Ch'en dan dalam beberapa kali kehidupan mereka terancam. Konfusius hampir dibunuh di Sung.
Konfusius diterima dengan hormat oleh para penguasa negara-negara yang ia kunjungi, dan ia bahkan tampaknya telah menerima pembayaran sesekali. Ia menghabiskan banyak waktunya mengembangkan gagasannya tentang seni pemerintahan, serta melanjutkan ajarannya. Dia memiliki banyak pengikut, dan pemadatan sekolah Konfusianisme mungkin terjadi selama bertahun-tahun. Tidak semua murid-Nya mengikuti Dia dalam perjalanan. Beberapa dari mereka benar-benar kembali ke Lu dan mengambil posisi dengan klan Chi. Ini mungkin telah melalui pengaruh mereka bahwa dalam 484 SM Konfusius diundang kembali ke Lu.
·      Keberhasilan Khonghucu dalam Memimpin
Khonghucu tidak hanya teguh dalam pendiriannya, menjadi teladan bagi semua orang, jujur, hidup sederhana, memberikan nasehat pada orang lain, dan selalu berada di jalan suci, tapi juga berhasil menegakkan program pemerintah, sehingga dalam waktu yang begitu cepat, ia dapat menciptakan masyarkat adil dan makmur. Semua golongan masyarakat memperoleh pekerjaan dan pendidikan yang dapat dirasakan oleh seluruh golongan masyarakat. Untuk itu, dalam waktu yang relative singkat dapat dibangun kesadaran moral yang tinggi, tidak penipuan, pemalsuan, korupsi dan sebagainya. Dengan demikian, wajarlah jika daerah Tiongto yang dipimpin oleh Khonghucu menjadi darah teladan. Dengan kenberhasilannya itu, Khonghucu diangkat menjadi gubernur di daerah Tiongto, Khonghucu tidak bekerja sendiri, ia dibantu oleh para muridnya. Berkat kerja sama ynag baik antara antara pimpinan dengan bawahannya, atau antara guru dengan murid, daerah tersebut menjadi makmur dan berjalan sesuai dengan kaedah – kaedah normal.
Berita tentang keberhasilan Khonghucu dalam memimpin Tiongto tersebar kemana- mana, dan hal ini juga didengar oleh raja muda Lo Ting Kong. Tak lama kemudian tergeraklah hatinya untuk membuktikan kebenaran berita tersebut. Oleh karena itu, pada suatu hari ia menyempatkan diri untuk mengunjungi  Khonghuc dsn sekaligus membuktikan kebenaran tersebut, Raja Muda Lo Ting Kong barulah yakin, apa yang ia dengar itu benar – benar terjadi. Setelah melihat keberhasilan itu raja, Raja Muda Lo mengajukan usul kepada Khonghucu agar apa yang ia capai di Tiongto dapat juga disebarkan ke seluruh negeri Lo. Dengan penuh keyakinan Khonghucu berkata, “keberhasilan ini tidak hanya dapat dicapai di seluruh  negeri Lo, tapi juga bias diwujudkan ke seluruh dunia.”[13]
Dilihat konteks di atas, Khonghucu tidak hanya sebagai tokoh spiritual yang selalu mempunyai pikiran brilian, tapi juga sebagai negarawan yang dapat mewujudkan negeri yang adil dan makmur, yang ia bangun dengan landasan moral yang dulunya tidak begitu banyak diperhitungkan oleh para penguasa.
Khonghucu adalah seorang yang bermoral dan sangat menjunjung tinggi nilai – nilai moral. Jika ia melihat seseorang yang bertingkah laku tidak sesuai dengan kaedah – kaedah moral, maka ia tidak segan – segan untuk ikut memperbaikinya. Khonghucu sangat prihatin melihat kehidupan orang masa itru, di mana mereka banyak tang senang berfoya – foya, mabuk – mabukan, mengeruk hasil keringat rakyat, dan sebagainya. Oleh karena itu ia merasa terpanggil untuk memperbaikinya.
Khonghucu wafat pada 479 S.M. ajarannya dilanjutkan dan dikembangkan oleh cucunya, Tzu- Szu, serta tokoh – tokoh yang lainnya seperti Meng-tze (372-289 S.M.). setelah Khonghucu meninggal, ajarannya masih dirasakan sampai sekarang, bahkan seluruh dunia mengenalnya, serta mempraktekkan ajarannya.
Dalam mengajarkan ajaran- ajarannya Khonghucutidak suka mengkaitkan paham ketuhanan, ia menolak membicarakan tentang akhirat dan hal – hal yanh bersifat metafisika, ia hany aseoran Filosof sekuler yang mempermasalahkan moral kekuasaan dan akhlak pribadi manusia yang baik. Namun dikarenakan ajaran – ajarannya lebih banyak mengarah pada kesusilaan dan mendekati ajaran keagamaan maka ia sering digolongkan dan dianggap sebagai pembawa agama [14]

III.          Kitab Suci Agama Konghucu (Ngo King, Su Si dan Hau King)
Kitab suci merupakan suatu pedoman agama bagi para pengikut suatu agama. Tanpa kitab suci, sulit bagi kita untuk mengetahui kebenaran ajaran suatu agama. Kitab suci suatu agama adalah kitab yang berisikan ajaran moral yang dapat dijadikan pandangan hidup bagi para pengikutnya.
Untuk mengetahui ajaran suatu agama, kita dapat melihat dari kitab – kitab yang dimilikinya, karena tanpa adanya kitab, sulit bagi kita untuk mengetahui apa sebenarnya yang terkandung dalam agama yang mereka anut, tidak hanya itu, kitab suci juga dapat dijadikan bahan dalam membandingkan ajaran suatu agama dengan yang lainnya. Begitu juga dengan agama Khonghucu, agama ini juga memiliki kitab suci. Kitab – kitab yang dianggap suci dan dijadikan pedoman bagi kehidupan beragama umat Khonghucu adalah “Su Si” (kitab yang empat atau kumpulan dari empat buah kitab) dan Wu Cing atau Ngo King (lima Kitab) dan Hau King.[15]
1.    SU SI / Shi Su / Empat Buku.
Adalah Kitab Suci yang langsung bersumber pada Nabi Khongcu hingga Bingcu. Merupakan Kitab Suci yang pokok dalam Ji Kau.
Kitab Suci ini terhimpun dan terbukukan dari Nabi Khongcu oleh para penerusnya. Terdiri dari :
·         KITAB THAI HAK / Da Xue / Kitab Ajaran Besar.
    Ditulis oleh Cingcu / Zheng Zi atau Cham / Can alias Cu I / Zi Xing, murid Nabi Khongcu dari angkatan muda.
Terdiri dari 1 Bab utama 10 Bab uraian, 1753 huruf + 134 / V.Merupakan Kitab Tuntunan panduan pembinaan diri yang berisi tentang etika dalam kehidupan keluarga, masyarakat, Negara dan dunia.
Dalam kata pengantar kitab Thai hak  tersebut dikatakan bahwa Thai Hak ini adalah kitab warisan mulia kaum Khong yang merupakan ajaran permulaan untuk memasuki pintu gerbang kebajikan. Dengan mempelajari kitab Thai Hak ini dapat diketahui cara belajar orang zaman dahulu. Siapa yang akan mempelajari kitab – kitab lainnya seperti Lun Yu atau Lun Gi (sabda suci), Tiong Yong atau Zhong Yong (tengah sempurna), dan Bingcu atau Mencius, dapat mulai dengan mempelajari kitab Thai Hak ini.[16]
·         KITAB TIONG YONG / Zhong Yong / Kitab Tengah Sempurna.
    Ditulis oleh Cu Su / Zi Shi alias Khong Khiep, cucu Nabi Khongcu.yang kemudian disusun lagi oleh Zi Hi.Terdiri dari satu Bab utama 32 Bab uraian, 3.568 huruf.Merupakan Kitab Keimanan bagi Umat Ji.[17]
Kitab Tiong Yong ini berarti tengah sempurna. “tangah” diartikan “tepat sasaran”, ditambahkan lagi bahwa “tengah” itu “jalan yang lurus di dunia” dan “sempurna” adalah “hukm tetap dunia”. Dapat juga dikatakan bahwa “tengah sempurna” itu adalah berbuat sesuai dengan hukum alam.[18]
Disamping membicarakan mengenai Tiong Yong itu sendiri, kitab ini juga membicarakan tentang arti agama, Thian (Tuhan Yang Maha Esa), susilawan (Kuncu), Tuhan dan manusia yang susila (kuncu), serta membicarakan mengenai keperwiraan , ajaran – ajaran etika, keimanan, jalan suci Tuhan Ynag Maha Esa, dan hukum – hukum yang ada dalam alam ini.
·         KITAB LUN GI / Lun Yu / Kitab Sabda Suci.
    Merupakan kumpulan perkataan Khonghucu, yang disusun para pengikutnya setelah Khonghucu wafat. Kitab ini ada tiga macam, yaitu versi Naskah Kuno, versi Shi’I, dan versi Lu. Yang kebanyakan dipakai sekarang adalah versi Lu. Antara ketiga versi itu berbeda-beda.[19]
     secara umum kitab ini berisi tentang Hak Ji (belajar), Wi Cung (pemerintahan), Pat Let (tarian/ seni), Li Jien (cinta kasih), nama – nama orang, Hiang Tong (kampong), dan lain- lain.
Secara khusus Lun Yu berisikan hal – hal yang berhubungan dengan pembicaraan dan nasehat yang diberikan oleh Khonghucu yang berkaitan dengan kondisi masa itu.[20]
·         KITAB BINGCU / Mencius / Kitab Bingcu.
Sebagian ditulis Bingcu sendiri, sebagian merupakan catatan Ban Ciang / Wan Zhang dan Khongsun Thio / Gong Sunchou, murid-muridnya.
Terdiri dari 7 Bab, masing-masing A dan B, 35.377 huruf.
Adalah kumpulan tulisan yang mencatat percakapan Bingcu dalam menjalankan kehidupan masa itu dengan menegakkan ajaran – ajran Khonghucu. Pendirian Bing Cu adalah mengungkapkan cinta kasih dan kebenaran, menebarkan jalan suci, kebajikan, dan mengakui Tuhan Ynang Maha Esa (Thian).[21]
2.        NGO KING (Lima Kitab)
Adalah Kitab-Kitab Suci yang berasal dari para Nabi Purba dan Raja Suci, merupakan Kitab-Kitab Suci yang mendasari Agama Khonghucu.
Ngo King ini dihimpun, diedit, dibakukan, disusun, dan terbukukan oleh Nabi Khongcu.
Terdiri dari :
·           SIE KING / SHI JING / KITAB SAJAK
kitab ini terdiri dari 39.222 huruf yang berisikan kumpulan sajak ata nyanyian yang bersifat lagu rakyat yang berasal dari berbagai negeri, sajak ini dibagi ke dalam empat bagian nyanyian untuk upacara istana dan nyanyian untuk mengiringi uapacara ibadah, yaitu:Kok Hong ( Nyanyian Rakyat ), Siau Nge ( Pujian kecil ), Tai Nge (pujian besar), dan Siong ( Pemujaan / Puja ).
Sajak yang tertua berasal dari Dinasti Siang 1766-1122 SM, sedngkan yang termuda berasal dari jaman Raja Muda Ciu Ting Ong ( 605-586 SM).[22]
Sie King dibagi menjadi 4 Bab, yakni :
- Kok Hong / Guo Feng / Nyanyian Rakyat atau Adat Istiadat
15 Buku 160 Sajak
- Siau Nge / Xiau Ya / Pujian Kecil, pengiring upacara di istana.
8 Buku 80 Sajak
- Tai Nge / Da Ya / Pujian Besar kepada Nabi Ki Chiang / Bun Ong
3 Buku 31 Sajak
- Siong / Song untuk mengiringi upacara peribadahan
3 Buku 40 Sajak
Setelah terjadi pembakaran Kitab-Kitab oleh Chien Sie Ong / Chin Shi Huang, para cedekia di Jaman Dinasti Han mengumpulkan sajak-sajak yang tercecer. Ada beberapa macam Kitab Sajak yang berhasil dihimpun oleh mereka. Yaitu:
1. Lo Sie / Lu Shi, Sie King dari Negeri Lo.
Susunan Sien Pwee atau Sien Kong / Shen Gong pada Jaman Han Bu Tee ( 140-87 SM ). Sien Pwee memperolehnya dari Hau Kiu Poo ( Negeri Cee ), guru Khong An Kok / Kong An Guo, keturunan Nabi Khongcu, tokoh aliran kuno.
2. Cee Sie / Qi Shi, Sie King dari Negeri Cee.
Susunan Wan Gong / Yan Gong, pada jaman Han King Tee ( 156-141 SM ), hidup sampai jaman Han Bu Tee dalam usia lebih dari 90 tahun. Murid terkenal Heho Sicong.
3. Han Sie / Han Shi, Sie King dari Negeri Han.
Disusun oleh Han Ing / Han Ying, orang Negeri Yan pada jaman Han Bu Tee ( 179-157 SM ).
4. Mo Sie / Mau Shi, Sie King orang Negeri Mo.
Disusun oleh Mo Hing / Mau Heng, orang negeri Lo. Dilanjutkan oleh Mo Tiang / Mau Chang. Inilah Sie King yang terkenal sampai sekarang. Disamping lestari, juga dipercaya keasliannya. Sam Jie King Cu Kai Pwee Yau – Kitab Tiga Huruf – menyebut versi ini..[23]
·           SU KING / Shu Jing / Kitab Hikayat
    kitab ini berisikan teks – teks dokumentasi sabda, peraturan, nasehat, maklumat para Nabidan raja – raja suci purba. Kitab yang tertua ber sal dari zaman sekitar abad ke-23 S.M. dan yang terakhir berasal dari zaman pertangahan dinasti Ciu, sekitar abad ke-6 S.M.[24]
Su King terdiri dari 25.700 huruf, tersisa 58 Bab.
Terdiri dari 4 Buku 6 Jilid, yaitu :
1. Gi su, 5 Bab, Hikayat Tong Giau ( 2357 – 2255 SM ) & Gi Sun ( 2255 – 2205 SM ) Didalamnya terdapat Giau Tian ( perundangan Baginda Giau ) dan Sun Tian ( perundangan Baginda Sun ).
2. He Su, 4 Bab, Naskah-Naskah Dinasti He ( 2205 – 1766 SM ).
3. Siang Su, 17 Bab, Naskah-Naskah Dinasti Siang ( 1766 – 1122 SM ).
4. Ciu Su; A, B, C; 32 Bab, Naskah - Naskah Dinasti Ciu (1122-255 SM).[25]
·           YA KING / Yi Jing / I Ching / Kitab Perubahan.
     kitab ini emgemukakan tentang system filsafat yang fantastis, yang menjelaskan arti dasar tentang Yin (wanita) dan Yang (pria).[26]
·           Li Chi / buku tentang upacara – upacara.
     Konfusius menyetujui beberpa upacara tradisional untuk mendisiplinkan rakyat dan membawa kehalusan budi, keagungan dan kesopanan ke dalam tingkah laku social mereka. Ia menyoroti asal – usul dan pentingnya upacara – upacara kuno dan mengingatkan bahwa Li adalah suatu pernyataan perasaan. Dengan mengkritik praktek –praktek yang merendahkan derajat, ia menyatakan bahwa Li tanpa perasaan adalah tidak lain daripada upacara – upacara yang pura – pura saja.
·           Yeo / Buku tentang Musik
     Pada zaman Konfucius music berhubungan erat dengan puisi, sehingga ketika ia menerbitkan sajak – sajak kuno, ia juga menyusun pasangannya berupamusik untuk setiap sajak yang telah diseleksinya. Ia juga mengubah lagu- lagu yang lama dan membuat komposisi baru.
·           Chu’un Ch’ii / Sejarah Musim Semi dan Musim Rontok 
     Berisi catatan kronologis tentang peristiwa – peristiwa di negeri Lu mulai tahun pertama pemerintahan Pangeran Yiu (722 S.M.) hingga tahun keempat belas dari pemerintahn Pangeran Ai (481 S.M). menurut Chu Chai, tema pokok kitab ini adalah menempatkan noram – norma pemerintahan yang baik, menetapkan kembali pangeran – pangeran yang merebut kekuasaan di tempat mereka semula dan menghukum menteri – menteri yang berbuat salah sehingga perdamaian dunia dan persatuan dapat dipulihkan.[27]
Selain Kitab Ngo King dan Su Si, ada 1 kitab lagi yang tidak boleh tidak dipentingkan. Yaitu:
3.        HAUW KING / Xiao Jing / Kitab Bakti.
Ditulis oleh Cingcu, murid Nabi Khongcu yang terdiri dari 18 Bab. Berisi percakapan Nabi Khongcu dengan Cingcu. Merupakan Ajaran tentang Berbakti dan Memuliakan Hubungan.
Zaman dahulu, seorang murid wajib memulai pendidikan dengan belajar Hauw King, baru kemudian belajar Su Si dan terakhir Liok King / Liu Jing / Enam Untaian / Himpunan Kitab ( atau yang dikenal sebagai Ngo King).[28]



[1] HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran – Ajaran Agama Besar, (Jakarta: Golden Trayon, 1995), hal. 25.
[2] Ibid, hal. 26.
[3] Theisme adalah faham yang mengatakan bahwa Tuhan itu transcendence.
[4] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, (Jakarta : Pelita Kebajikan, 2005), hal.7
[5] Ibid, hal. 9
[6] Joesoef Sou’yb, Agama – agama Besar Di Dunia,
 (PT. Al Husna Dzikra: Jakarta, 1996), hal. 170
[7] Cao adalah sejenis otak untuk menempatkan manisan
[8] Tao adalah sejenis mangkok.
[9] Sekolah yang dikelola oleh ayah Yan Ping Tiong.
[10] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hal. 14
[11]Joesoef Sou’yb, Agama – agama Besar Di Dunia,hal.171
[12] Yang dipertuanwilayah Lu
[13] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia,hal.17
[14] H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama bagian I (Pendekatan Budaya terhadap Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Khonghucu di Indonesia), (PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 1993), hal.246
[16] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hal. 27
[18] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hal. 29-30
[19] H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama bagian I (Pendekatan Budaya terhadap Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Khonghucu di Indonesia), (PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 1993), hal. 248
[20] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hal. 30-31
[21] Ibid, hal.38
[22] Ibid, hal.40
[24] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di Indonesia, hal. 41
[26] H. Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama bagian I (Pendekatan Budaya terhadap Aliran Kepercayaan, Agama Hindu, Budha, Khonghucu di Indonesia), (PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 1993), hal. 248

[27] H.A. Mukti Ali, Agama – Agama Di Dunia,( IAIN SUNAN KALIJAGA PRESS: Yogyakarta,1988), hal. 227

Tidak ada komentar:

Posting Komentar