Selasa, 29 Mei 2012

SEJARAH AGAMA TAO DI CINA DAN INDONESIA

A.    Sejarah  Dan Perkembangan Agama Tao Di China
Taoisme sebagai organisasi keagamaan muncul di Cina pada abad ke – 2M.Namun sebelumnya Taoisme dipraktekan secara turun temurun oleh orang – orang Cina sejak Lao – tse meninggalkan ajarannya untuk kepentingan orang – orang yang membutuhkannya atau haus dengan ajaran – ajaran dari guru tua yang bijaksana.
Taoisme salah satu dari agama pribumi orang china dan ajaran – ajarannya diambil dari tradisi klasik termasuk Huang – Lao, suatu tradisi yang diajarkan setelah Huang di ( cerita raja kuning ), Lao – tzu dan diikuti oleh para pengikut – pengikutnya yang setia selama dinasti Han yang berkuasa di bagian barat china ( 206 SM – 24 M ), sampai sekarang ini.[1]
Taoisme sekarang di Cina dibagi dalam dua sekte besar, yaitu :
1.      Taoisme Perdamaian Besar ( Taoism Of Great Peace )
2.       Taoisme Lima Gantang Beras ( Five Bushels Of Rice )
Tapi hanya taoisme lima gantang beras yang dapat hidup dan berlangsung sampai sekarang ini, sedangkan taoisme perdamaian besar dilarang oleh penguasa – penguasa feudal, mungkin organisasinya atau ajaran – ajarannya dianggap dapat membahayakan kepentingan Negara China. Sebagaimana kita ketahui bahwa China dikuasai oleh komunis dan keyakinan keagamaan penduduk sangat dikontrol oleh pemerintah.
Segala sesuatu yang dianggap merugikan kepentingan komunis akan segara dimusnahkan bahkan tidak diberi kesempatan untuk hidup. Kasus serupa juga terjadi pada ajaran Khonghucu, sehingga Khonghucuisme sulit berkembang di China, karena ajaran – ajarannya dianggap dapat membawa orang china kembali ke system lama, system dimana orang china berada dibawah kekuasaan Raja. Zhang Doaling ( juga dikenal sebagai kelompok guru surga ) dia adalah yang memunculkan Taoisme Lima Gantang Beras dan dianggap pendiri dari Taoisme sekarang ini.
Akibat dukungan dari para raja – raja Tang ( 618-907 ) dan dinasti – dinasti Song. ( 960-1279 ),Taoisme berkembang sampai sekarang dan menjadi agama penting di Cina, selain Buddha dan agama Khonghucu ( Konfusius )
Ada tiga buah buku yang penting bagi para penganut Tao, yaitu :
-          The Book of The Way Power ( Tao Te Jing )
-          The Book of Chuangtzu
-          The Book Great Peace
Lao – tzu yang pertama kali mendirikan sekolah Qin Taoist, dipuja sebagai nenek moyang Taoisme, dan ide mengenai jalan ( Tao ) yang terdapat dalam The Book of The Way Power merupakan dasar dari Agama. Para pengikut Taoisme meyakini bahwa jalan ( Tao ) asal mula dari alam dan menciptakan semua makhluk – makhluk hidup, oleh karena itu mereka memuja semua yang hidup di alam dan segala sesuatu yang lain yang diciptakan oleh alam.
Pada abad ke 12, Taoisme sedikit demi sedikit dibagi dalam du bagian yaitu : Taoisme Chuan – Chen dan Taoisme Cheng – i. Pendeta – pendeta dari Taoisme Chuan – Chen meninggalkan keluarga mereka dan hidup di klenteng – klenteng atau wihara – wihara. Mereka tidak makan daging – daging dan hidup dengan penuh kesederhanaan untuk menjadi abadi. Banyak pendeta Taoisme Cheng – I hidup dengan keluarganya dan tidak menolak makan daging, dan umumnya mereka membantu orang lain untuk mendapatkan keberuntungan dan menjauhkan diri dari hal – hal yang jelek.[2]
Diantara banyak dewa dipuja oleh para penganut agama Tao, Tuhan maha pencipta, Tuhan adalah roh yang suci, dan Tuhan adalah jalan penguasa ( Lao tze ) yang dipandang sebagai dewa – dewa tertinggi, dan Tuhan jalan dari kekuatan, juga dikenal sebagai Tuhan Lao Tze tertinggi, yang dipuja oleh banyak orang secara luas, terutama dikalangan penganut Tao di Tiongkok.
Banyak dari klenteng – klentengnya Tao di bangun di atas gunung, dimana menurut tradisi keabadian menjadi hidup atau para pengikut Taoisme di masa lampau telah mempraktekan hidup sederhana dan menjadi abadi. Klenteng – klenteng atau tempat – tempat ibadah para penganut Tao yang terkenal adalah Baiyun ( awan putih ) sebuah klenteng yang terletak di kota Beijing ( ibukota Tiongkok ).
Pada masa sekarang terdapat tidak kurang dari 1600 klenteng Tao di China, dan lebih dari 25.000 rumah – rumah pendeta dan pendeta wanita Tao yang setiap hari mengabdikan dirinya untuk kepentingan agama maupun pelayanan pada umat Tao yang membutuhkan pertolongannya.
Sebagai agama yang setara dengan agama – agama dunia lainnya, agama tao juga memiliki organisasi keagamaan. Organisasi agama tao di china dibangun pada tahun 1975 tepatnya di kota Beijing, yang merupakan suatu organisasi dunia atau internasional, yang dipimpin oleh Min Zhiting. Organisasi ini muncul ditengah – tengah masyarakat dan hidup bersama –sama dengan organisasi keagamaan lainnya. Untuk memajukan dan mengembangkan kebudayaan tao masa lampau, organisasi agama Tao telah menerbitkan banyak karya – karya klasik Tao.
Organisasi Tao di China mempunyai sebuah jurnal yang diberi nama China Tao ( Tao orang China ) yang diterbitkan beberapa bulan sekali yang diedarkan ke rumah – rumah, terutama para penganut Tao yang berlangganan, dan keseluruh dunia. Dengan diterbitkannya jurnal agama Tao ini, maka para penganut agama Tao di seluruh china dan dunia dapat mengetahui perkembangan agama tao setiap tahunnya di china.Perkumpulan Tao ini juga masuk dalam anggota dari perkumpulan dunia mengenai agama dan perlindungan lingkungan.
Selain itu di China juga terdapat  lembaga pendidikan tao, yang setingkat akademi. Akademi Tao China ini, didirikan pada tahun 1990, menyediakan kelas khusus untuk mengajar murid – murid menjadi personil menejer di klenteng – klenteng Tao dan menyediakan kelas yang lebih tinggi untuk melakukan penelitian dan mengajarkan ajaran Tao.Ratusan mahasiswa telah menyelesaikan pendidikannya di akademi yang telah dibentuk ini.Mahasiswa yang telah menamatkan pendidikan ini, telah bekerja disegala bidang pekerjaan, khususnya yang berhubungan dengan keagamaan Tao.
Agama tao di China telah melakukan hubungan dengan agama Tao diseluruh dunia, khususnya dalam 20 tahun yang lalu, sejak orang – orang China menerapkan reformasi dan politik terbuka. Perkumpulan Tao China dan klenteng – klenteng Tao di berbagai tempat yang berbeda di China saling berhubungan dan pertukaran kunjungan dengan pendeta – pendeta Tao dan organisasi – organisasi Tao di seluruh dunia.
Pada tahun 1993, pengikut Tao dari klenteng – klenteng  di daratan China, Hongkong dan Taiwan bersama – sama mengadakan upacara besar di klenteng Baiyun di kota Beijing. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari para pendeta Tao di China tahun 2004, bahwa agama Tao di China pada saat ini menempati urutan kedua terbesar dari agama Buddha, dan mereka dapat hidup berdampingan dengan agama lain di China.[3]
B.     Perkembangan Agama Tao Di Indonesia
Pada zaman orde baru, agama Tao terbelenggu oleh pemerintah.Tidak boleh ada yang berbau Tao, termasuk juga tradisi – tradisi agama Tao, seperti Tahun baru imlek dan upacara – upacara ritual keagamaan, dan lain sebagainya. Akibatnya generasi yang lahir pada zaman orde baru itu menjadi kehilangan identitas dan tidak tahu lagi apa agama Tao itu sebenarnya, dan masyarakat yang menganut agama tao pada saat itu diminta untuk pindah ke agama lain, dan hanya tinggal tersisa sedikit orang yang masih setia menganut agama Tao, meski tidak secara terbuka.
Yang lainnya masih menganut agama Tao, tetapi karena mereka takut dan dibatasi – dibatasi oleh pemerintah, kemudian hanya tahu sembahyang saja, tetapi tidak tahu lagi ritual – ritual Tao lainnya.Bahkan banyak yang menjurus ke pemahaman mistis / tahayul.
Hal itu diperparah dengan adanya hal – hal yang menjelekan agama Tao itu sendiri dari kelompok tertentu, seperti misalnya agama Tao itu penyembah berhala dan tidak percaya kepada Tuhan.Selain itu juga agama tao adalah agama yang kuno, karena masih bersembahyang di kelenteng yang gelap.Kemudian mereka ikut agama yang lebih modern, misalnya saja bisa beribadah di mall atau bioskop.Hal inilah yang menjadikan anak muda lebih tertarik kepada hal keduniawian seperti itu.
Akibatnya ketika saat sekarang ini generasi – generasi muda ( khususnya orang Tionghoa beragama Tao ) yang identitasnya sudah dihilangkan menjadi tidak mengerti, dan orang tua yang hidup dan membawa agama tao ke Indonesia sudah pada meninggal dan tidak mewariskan kepada anaknya, menjadi tidak tahu juga tentang agama tao.
Jadi tidaklah heran kalau ada anak kecil sekarang bertanya kepada orang tuannya : “ pak kok kita sembahyang sich ? Memangnya agama kit apa ?” Bapaknya yang kebingungan dan tidak tahu mesti jawab apa, yah tinggal bilang, “ Nak ini agama leluhur, sejak dulu kakek buyut kamu sudah bersembahyang seperti ini.” Inilah asal muasal kata agama leluhur.
Gara – gara masalah seperti diataslah agama Tao jadi terpuruk sedemikian hingga saat ini. Saat ini banyak yang sudah tidak lagi mengenal ajaran Tao, dan lebih berfokus pada ajaran “ gado – gado “ atau ajaran agama lain. Ini adalah salah satu masalah yang harus dihadapi, yaitu bagaimana menarik kembali umat yang sudah keluar atau pemahamannya sudah melenceng jauh.
Yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana membuat agama Tao menjadi sebuah agama resmi di Indonesia, karena hal ini sudah banyak di negara – negara luar seperti singapura, China, bahkan Amerika serikat pun ada.
Menurut pemakalah jika langkah tersebut diambil maka dengan demikian baru dapat meluruskan kembali ajaran mengenai agama Tao. Tapi kalau seandainya langkah itu yang di ambil, maka akan ada “ yang dikorbankan “ dalam hal ini adalah mereka – mereka yang tidak mengenal Tao, tetapi melaksanakan praktik dalam agama Tao.
Banyak sumber daya yang diperlukan untuk lebih memperkenalkan Tao ini keseluruh lapisan masyarakt Indonesia, diantaranya uang, waktu dan sumber daya manusia.[4]
Uang : tidak semua umat Tao adalah konglomerat yang memiliki dana, ada juga umat tao yang hidup pas – pas- an atau melarat.
Waktu : dalam agama Tao tidak ada yang hidup mengkhususkan diri dalam menyebarkan agama tao. Semua umat Tao haruslah mandiri, bekerja dan menghasilkan uang untuk keperluannya masing – masing.
Sumber daya manusia : diperlukan banyak keahlian untuk mengembangkan Tao, tidak cukup hanya mampu menjabarkan ajaran Tao.
C.     Praktek keagamaan Tao
Berikut adalah beberapa praktek keagamaan Tao
a.        Asal Usul Adanya Sam Seng Dan Persembahan Pada Dewa
Pada jaman dahulu sudah banyak orang-orang yang datang ke klenteng mencari Tao Se - Tao Se (Guru-guru Tao) untuk meminta bantuan atau pertolongan.Ada yang menanyakan nasib dan jodoh mereka, dan ada juga untuk penyembuhan penyakit-penyakit serta meminta obat-obatan.Tetapi pada bulan-bulan tertentu Tao Se - Tao Se itu tidak ada di klenteng karena mencari obat-obatan di hutan atau di pegunungan, seperti ginseng, jamur, dan lain-lainnya.Dalam pencarian obat ini dibutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya.
Untuk itu para Tao Se membuat Sam Seng supaya masyarakat atau orang-orang yang datang dari jauh tidak kecewa karena Tao Se nya tidak berada di tempat.
Masyarakat yang tertolong kemudian membawa oleh-oleh untuk Tao Se - Tao Se tersebut sebagai tanda terima kasih.Karena Tao Se - Tao Se tidak berada di tempat, maka diletakkan di atas meja sembahyang.Ada juga yang datang membawa persembahan kepada Dewa.
Dari sinilah timbulnya kebiasaan mempersembahkan sesuatu kepada Dewa.Pemberian persembahan kepada Dewa ini kemudian menimbulkan persaingan di antara masyarakat itu sendiri, sehingga timbullah persembahan Sam Seng.
Di mana menurut pandangan masyarakat waktu itu Sam Seng mewakili 3 jenis hewan di dunia, yaitu babi untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan udara.Demikianlah persembahan ini berlangsung secara turun-menurun sampai sekarangpun masih ada. Dalam Tao, Sam Seng tidak digunakan sebagai persembahan kepada Dewa.  Jadi cukup dengan buah-buahan saja, antara lain: apel, pear, jeruk, anggur, dll. Yang penting adalah buah-buahan yang segar dan tidak berduri serta serasi dipandang mata. 
b. Yin Shen Jie ( Sembahyang Tahun Baru Imlek )
              Biasanya satu minggu sebelum tanggal satu bulan satu Imlek, yang sudah berumah tangga, semua anggota keluarga membersihkan rumah secara keseluruhan. Semua Hu yang sudah berubah warna (agak keputihan) dilepas dan diganti dengan baru, Hu yang lama dibakar.
         Meja sembahyangan dibersihkan, patung-patung Dewa Dewi diturunkan, dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air bunga agar bersih dan wangi. Nah meja sembahyangan dan patung-patung ditata kembali dengan rapi dan siap menyambut tahun baru.

Persiapan apa saja yang dibutuhkan:
         Satu atau dua hari sebelum hari H tiba, yaitu tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek. Buah-buahan dengan jumlah masing-masing lima buah, lima jenis ( apel, jeruk, pear, anggur, jeruk besar, dll ) dan rangkap dua, artinya untuk meja sembahyangan Thian Kung satu set dan untuk meja sembahyangan yang didalam rumah satu set. Hindari memilih jenis buah yang berduri (salak, nanas, dan lainnya). [5]
        Meja sembahyangan Tian Gong ( Thian Kung ) disiapkan. Kemudian Hio besar sesuai kebutuhan, minimum dua batang. Hio kecil secukupnya tergantung anggota keluarga yang ingin sembahyang, masing-masing anggota 12 batang Hio pada tiap meja sembahyang.
        Lilin yang pantas 2 batang tiap meja (jangan terlalu tinggi dan besar) sebagai penerangan. Bunga segar untuk meja bila mampu, sebagai pewangi. Xiang Lu [Hio Lo / tempat Hio] untuk meja Tian Gong. Bila tidak ada yang permanen, dapat dibuat dari kaleng susu besar, dibungkus dengan kertas merah dan diisi beras. Cangkir kecil (Jiu Jing), tempat teh sebanyak 5 buah untuk masing-masing meja sembahyang. Juga teh jangan lupa.
           Permen satu piring kecil sebagai pemanis untuk masing-masing meja sembahyang. Minyak wangi disemprotkan ke tangan anggota keluarga saat sebelum sembahyang. Kain merah sebagai taplak meja Tian Gong.
Penyusunan / Persiapan Sembahyang
           Letakkan meja Tian Gong menghadap Timur dengan langit-langit terbuka. Pasang taplak meja merah, letakkan kaca diatasnya. Susun Xiang Lu [Hio Lo], cangkir teh setengah lingkaran, lilin disamping kanan kiri, buah-buahan melingkar setengah lingkaran juga, bunga dibelakang kanan kiri meja. Permen di sebelah kanan depan meja. Demikian pula dengan susunan yang sama untuk meja sembahyang yang ada di dalam rumah.
Saat Sembahyang
         Waktu sembahyang pada tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek, jam 00:30 sampai 06:00 adalah yang paling baik. Memakai pakaian yang rapi. menyususun permohonan permintaan untuk satu Tahun Baru ini, agar tidak ada yang tertinggal. Kepala keluarga memimpin sembahyang dengan Xiang [Hio] besar satu di hadapan Tian Gong, kemudian diikuti dengan 12 Xiang [Hio] kecil. Sembah sujud seperti biasa sembahyangan , permohonan-permohonan diutarakan.
         Setelah selesai diikuti dengan anggota keluarga yang lain, mulai dari pangkat yang tertinggi menurun.Kepala keluarga melanjutkan sembahyang yang sama di meja sembahyangan dalam rumah dengan pola yang sama. Setelah semuanya selesai, tunggu sebentar, sekitar 30 menit.
         Bila situasi lingkungan tidak mengijinkan, maka meja sembahyangan Tian Gong boleh diberesin / diangkat semua persembahan yang ada, tinggalkan Xiang [Hio] nya saja. Bila situasi mengijinkan maka dapat dibiarkan sampai pagi, sampai lilin dan Xiang [Hio] terbakar habis.Kemudian pagi harinya dilanjutkan dengan adat keluarga masing-masing, seperti berkunjung kerumah orang tua, orang yang dituakan, dll.
          Pokok utama dari kita Siu Tao adalah kemantapan dan ketulusan hati (Jen Sin). Tidak perlu bermewah-mewahan, sesuaikan dengan keadaan ekonomi yang ada. Kalau "ada" baik, kalau sampai tidak adapun bukan suatu hambatan untuk Siu Tao, untuk sembahyangan Yin Shen Jie Fu. Apa-apa yang kita persembahkan, kesemuanya hanyalah penggembira.
           Ditinjau dari kaca mata manusia. Sedangkan Sen / Sien (Dewa-Dewi) sendiri, tidak makan apa yang kita persembahkan itu. Jadi ketulusan dan kemantapan hati (Jen Sin) ditambah Wu, menuju Cen-lurus (Siu Cen) itulah tujuan pokok utama kita Siu Tao.
 Kembali ke Yim Yang (Thay Cik) kita. Keseimbangan, keselarasan itulah kehidupan yang kita jalani.



 


c. Upacara Pernikahan.
Dalam kehidupan seseorang, suatu pernikahan merupakan saat-saat yang penting dan tidak terlupakan. Sepasang calon pengantin akan dengan penuh semangat menyiapkan segala sesuatu untuk hari bahagia tersebut. Tentu saja hal ini memakan waktu dan tenaga yang tidak sedikit, tetapi walaupun lelah, pada wajah mereka tersirat harapan akan kebahagiaan.
Harapan-harapan itulah yang membuat mereka berdua mempunyai keinginan agar kebahagiaan mereka tersebut dapat disaksikan dan disahkan, serta direstui oleh Thian dan para Dewa.Rasanya lebih mantap.Maka kemudian timbul berbagai upacara sembahyang di hari pernikahan, baik yang sederhana - sembahyang di rumah menghadap langit sebelah timur dengan sebuah hio diatas kepala - sampai pernikahan yang diadakan di Taokwan atau Kelenteng, tentu saja dengan berbagai pernak-perniknya.
Dalam Tao ada ritual tersebut dan tata caranya tidak rumit.Diatas altar Maha Dewa kita, diletakkan 5 macam buah sebagai lambang dari U Fuk (Lima kebahagiaan).Di kanan-kiri hiolo terdapat 9 pasang lilin merah yang diatur dari yang pendek ke yang tinggi.Sebagai pemanis, diletakkan rangkaian bunga.Ada pula yang memasang kain merah untuk semakin memeriahkan ruangan.
Begitu tiba, pengantin dijemput oleh sepasang Huang Ie yang bertugas sebagai penjemput pengantin.Mereka dibawa ke ruang upacara dengan diiringi lagu Kwe Ming Li. Upacarapun segera dimulai.Pemimpin upacara yang berjumlah 3 orang memimpin para Fu Fak untuk sembahyang. Setelah para Fu Fak berdiri di kanan-kiri tempat upacara, barulah pengantin dan orang tua mereka diantar ke depan altar untuk sembahyang, diiringi lagu Kung Huo. Pengantin beserta orang tua sembahyang dengan menggunakan 1 hio besar dipimpin oleh salah seorang pemimpin upacara.
Seusai sembahyang, orang tua pengantin dipersilahkan duduk di tempat yang telah disediakan.Orang tua mempelai pria di sebelah kanan dan orang tua mempelai wanita di sebelah kiri.Acara Cing Ciu (Mempersembahkan arak) dimulai. Dengan diiringi lagu Syiek Suang Jing atau terima kasih, kedua mempelai Kui (bersujud) mempersembahkan arak sebagai lambang hormat serta terima kasih mereka kepada orang tua yang telah membesarkan, mendidik serta memberikan kasih sayang sehingga dewasa dan dapat mulai menempuh sebuah kehidupan sendiri yang mandiri.
Acara dilanjutkan dengan suatu Tanya jawab antara pemimpin upacara dengan pengantin.Para pemimpin upacara berhak menilai apakah kedua mempelai memang cukup layak secara mental untuk membangun sebuah rumah tangga sendiri.Selanjutnya adalah Acara Tukar Cincin.Dengan diiringi lagu Se Yen (Kuucap janji), mempelai berdua saling mengikatkan diri.Para pemimpin upacarapun memberikan beberapa nasehat yang berguna dalam kehidupan pernikahan mereka kelak.Puncaknya pernikahan disahkan dengan memberikan simbol berupa kalungan hati kepada masing-masing pengantin, yang kemudian disatukan dengan sebuah kalungan besar berbentuk hati juga, sebagai tanda bersatunya dua hati.Hadirin serentak memberikan tepuk tangan sambil menyanyikan lagu Cu Fuk, yang berarti selamat berbahagia.
            Upacara diakhiri dengan ucapan selamat dari para pemimpin upacara beserta Fu Fak yang lalu diikuti oleh keluarga dan hadirin.Sebelum meninggalkan Taokwan, kedua mempelai sembahyang mengucapkan terima kasih. Lagu Gembira Ria dan Tao Ciao Ti Ce (Umat Tao)mengantar kepergian mereka. Demikianlah, dua buah hati telah menjadi satu, bahu membahu menempuh sebuah kehidupan yang baru.
Adat upacara kematian Taoisme dilator belakangi hal-hal berikut:
Mereka mempercayai bahwa dalam relasi seseorang dengan Tuhan atau kekuatan-kekuatan lain yang mengatur kehidupan baik langsung maupun tidak langsung, berlaku hal-hal sebagai berikut:
• Adanya reinkarnasi bagi semua manusia yang telah meninggal (cut sie)
• Adanya hukum karma bagi semua perbuatan manusia, antara lain tidak mendapat keturunan.
• Leluhur yang telah meninggal (arwah leluhur) pada waktu-waktu tertentu dapat diminta datang untuk dijamu (Ce’ng be’ng)
• Menghormati para leluhur dan orang pandai (tuapekong)
• Kutukan para leluhur, melalui kuburan dan batu nisan yang dirusak (bompay)
• Apa yang dilakukan semasa hidup (di dunia) juga akan dialami di alam akhirat. Kehidupan sesudah mati akan berlaku sama seperti kehidupan di dunia ini namun dalam kualitas yang lebih baik.
d.Upacara-Upacara Yang Dilaksanakan dalam Kematian
Upacara kematian terdiri atas empat tahap yaitu sebelum masuk peti , upacara masuk peti dan penutupan peti ,  upacara pemakaman dan upacara pemakaman.
a.       Belum masuk peti
  1. Semenjak terjadinya kematian, anak-cucu sudah harus membakar kertas perak (uang di akhirat ) merupakan lambang biaya perjalanan ke akhirat yang dilakukan sambil mendoakan yang meninggal.
  2. Mayat dimandikan dan dibersihkan, lalu diberi pakaian tujuh lapis. Lapisan pertama adalah pakaian putih sewaktu almarhum/almarhumah menikah. Selanjutnya pakaian yang lain sebanyak enam lapis.
  3. Sesudah dibaringkan; kedua mata, lubang hidung, mulut, telinga, diberi mutiara sebagai lambang penerangan untuk berjalan ke alam lain.
  4. Di sisi kiri dan kanan diisi dengan pakaian yang meninggal. Sepatu yang dipakai harus dari kain. Apabila yang meninggal pakai kacamata maka kedua kaca harus dipecah yang melambangkan bahwa dia telah berada di alam lain.
b.      Upacara masuk peti dan penutupan peti
  1. Seluruh keluarga harus menggunakan pakaian tertentu. Anak laki-laki harus memakai pakaian dari blacu yang dibalik dan diberi karung goni. Kepala diikat dengan sehelai kain blacu yang diberi potongan goni. Demikian pula pakaian yang dipakai oleh anak perempuan namun ditambah dengan kekojong yang berbentuk kerucut untuk menutupi kepala. Cucu hanya memakai blacu, sedangkan keturunan ke empat memakai pakaian berwarna biru. Keturunan ke lima dan seterusnya memakai pakaian merah sebagai tanda sudah boleh lepas dari berkabung.
  2. Mayat harus diangkat oleh anak-anak lelaki almarhum. Sementara itu anakperempuan, cucu dan seterusnya harus terus menangis dan membakar kertas perak, di bawah peti mati. Mereka harus memperlihatkan rasa duka cita yang amat dalam sebagai tanda bakti (uhaouw). Bila kurang banyak (tidak ada) yang meratap, maka dapat menggaji seseorang untuk meratapi dengan bersuara, khususnya pada saat tiba waktunya untuk memanggil makan siang dan makan malam.>
  3. Sesudah masuk peti, ada upacara penutupan peti yang dipimpin oleh hweeshio atau cayma. Bagi yang beragama Budha dipimpin oleh Biksu atauBiksuni, sedangkan penganut Konfusius melakukan upacara Liam keng.Upacara ini cukup lama, dilaksanakan di sekeliling peti mati dengan satusyarat bahwa air mata peserta pada upacara penutupan peti tidak boleh mengenai mayat. Dalam upacara ini juga dilakukan pemecahan sebuah kaca/cermin yang kemudian dimasukkan ke dalam peti mati. Menurut kepercayaan mereka, pada hari ke tujuh almarhum bangun dan akan melihat kaca sehingga menyadarkan dia bahwa dirinya sudah meninggal.
  4. Bagi anak cucu yang “berada” (kaya), mulai menyiapkan rumah-rumahan yang diisi dengan segala perabotan rumah tangga yang dipakai semasa hidup almarhum. Semuanya harus dibuat dari kertas. Bahkan diperbolehkan diisi secara berlebih-lebihan, termasuk adanya para pembantu rumahtangga. Semua perlengkapan ini dapat dibeli pada toko tertentu.
  5. Setiap tamu-tamu yang datang harus di sungkem (di soja) oleh
  6. anak-anaknya, khusus anak laki-laki.
  7. Di atas meja kecil yang terletak di depan peti mati, selalu disediakan makanan yang menjadi kesukaan semasa almarhum masih hidup.
  8. Upacara ini berlangsung berhari-hari. Paling cepat 3 atau 4 hari. Makin lama biasanya makin baik. Dilihat juga hari baik untuk pemakaman.
  9. Selama peti mati masih di dalam rumah, harus ada sepasang lampion putih yang selalu menyala di depan rumah. Hal ini menandakan bahwa ada orang yang meninggal di rumah tersebut.
c.       Upacara pemakaman
  1. Menjelang peti akan diangkat, diadakan penghormatan terakhir. Dengan dipimpin oleh hwee shio atau cayma, kembali mereka melakukan upacara penghormatan.
  2. Sesudah menyembah (soja) dan berlutut (kui), mereka harus mengitari peti mati beberapa kali dengan jalan jongkok sambil terus menangis; mengikuti hwee shio yang mendoakan arwah almarhum..
  3. Untuk orang kaya, diadakan meja persembahan yang memanjang ?2 sampai 5 meter. Di atas meja disediakan macam-macam jenis makanan dan buah-buahan. Pada bagian depan meja diletakkan kepala babi dan di depan meja berikutnya kepala kambing. Makanan yang harus ada pada setiap upacara kematian adalah “sam seng”, yang terdiri dari lapisan daging dan minyak babi (Samcan), seekor ayam yang sudah dikuliti, darah babi, telur bebek. Semuanya direbus dan diletakkan dalam sebuah piring lonjong besar.
  4. Putra tertua memegang photo almarhum dan sebatang bambu yang diberi sepotong kertas putih yang bertuliskan huruf Cina, biasa disebut “Hoe”. Ia harus berjalan dekat peti mati, diikuti oleh saudara-saudaranya yang lain. Begitu peti mati diangkat, sebuah semangka dibanting hingga pecah sebagai tanda bahwa kehidupan almarhum di dunia ini sudah selesai.
  5. Dalam perjalanan menuju tempat pemakaman, di setiap persimpangan, semua anak harus berlutut menghadap orang-orang yang mengantar jenasah. Demikian pula setelah selesai penguburan.
  6. Setibanya di pemakaman, kembali diadakan upacara penguburan. Memohon kepada dewa bumi (“toapekong” tanah) agar mau menerima jenasah dan arwah almarhum, sambil membakar uang akhirat.
  7. Semua anak – cucu tidak diperkenankan meninggalkan kuburan sebelum semuanya selesai, berarti peti sudah ditutup dengan tanah dalam bentuk gundukan. Di atas gundukan diberi uang kertas perak yang ditindih dengan batu kecil. Masing-masing dari mereka harus mengambil sekepal /segenggam tanah kuburan dan menyimpannya di ujung kekojong.
  8. Setibanya di rumah, mereka harus membasuh muka dengan air kembang. Sekedar untuk melupakan wajah almarhum.
d.      Upacara sesudah pemakaman
  1. Semenjak ada yang meninggal sampai saat tertentu, semua keluarga harus memakai pakaian dan tanda berkabung terbuat dari sepotong blacu yang dilikatkan di lengan atas kiri. Tidak boleh memakai pakaian berwarna ceria, seperti : merah, kuning, coklat, oranye.
  2. Waktu perkabungan berlainan lamanya, tergantung siapa yang meninggal,
  3. Untuk kedua orangtua, terutama ayah dilakukan selama 2 tahun.
  4. Untuk nenek dan kakek dilakukan selama 1 tahun.
  5. Untuk saudara dilakukan selama 3 atau 6 bulan.
  6. Di rumah disediakan meja pemujaan, rumah-rumahan dan tempat tidur almarhum. Setiap hari harus dilayani makannya seperti semasa almarhum masih hidup.
Upacara sesudah pemakaman biasanya terdiri dari :
• Meniga hari (3 hari sesudah meninggal).
Sesudah 3 hari meninggal seluruh keluarga melakukan upacara penghomatan dan peringatan di tempat jenasah berada (pergi ke kuburan almarhum).Mereka membawa makanan, buah-buahan, dupa, lilin, uang akhirat.Dengan memakai pakaian berkabung/blacu mereka melakukan upacara penghormatan (soja dan kui).Tak lupa mereka juga menangis dan meratap sambil membakar uang akhirat.Pulang ke rumah, kembali mencuci muka dengan air kembang.
• Menujuh hari (7 hari sesudah meninggal).
Seperti halnya upacara meniga hari, seluruh keluarga melakukan upacara penghomatan dan peringatan di tempat jenasah berada (kembali ke kuburan ). Mereka membawa rumah-rumahan, makanan dan buah-buahan serta uang akhirat. Lilin dan dupa ( hio ) dinyalakan. Seluruh rumah-rumahan dan sisa harta yang perlu dibakar; dibakar sambil melakukan upacara mengelilingi api pembakaran. Sesudah selesai, tanah sekepal / segenggam diambil, diserakkan ke atasnya.

• 40 hari sesudah meninggal.
Pada hari ke 40 ini kembali anak – cucu dan keluarga melakukan upacara penghormatan di tempat jenasah berada ( kuburan). Semua baju duka dari blacu dan karung goni dibuka dan diganti baju biasa.Mereka masih dalam keadaan berkabung, namun telah rela melepaskan arwah si almarhum ke alam akhirat.Sebagai tanda tetap berkabung, semua anak cucu memakai tanda di lengan kiri atas; berupa sepotong kain blacu dan goni.
• Tiap-tiap tahun memperingati hari kematian.
Satu tahun dan tahun-tahun berikutnya, akan selalu diperingati oleh anak cucunya dengan melakukan ” soja dan kui” sebagai tanda berbakti dan menghormati. Peringatan tahunan ini berupa upacara persembahan. Bagi keluarga yang berada, di atas meja persembahan diletakkan berbagai macam makanan, buah-buahan, minuman, antara lain teh dan kopi, manisan minimum 3 macam, rokok, sirih sekapur, sedangkan makanan yang paling utama adalah “samseng” 2 pasang, lilin merah sepasang dan hio.
Senja hari sebelum upacara, harus dinyalakan lilin merah berpasang-pasang tergantung pada jumlah orang / leluhur yang akan diundang. Maksud dari upacara ini adalah meminta kepada dewa bumi (toapekong tanah) untuk membukakan jalan bagi para arwah yaitu dengan cara membakar uang akhirat (kertas perak dan kertas emas ).


[1] Prof. H.M Arifin. M. Ed. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar.h.40
[2] Joesoef Sou’yb. Agama-Agama besar Dunia
[3]Tanggok, Ikhsan, Mengenal Lebih Dekat Agama tao,(Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006.

[4]http:// universal. Hermantan.com/2009/05/gambaran perkembangan agama tao- Indonesia    

[5]Arifin Prof. HM, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar Dunia,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar